Sehari Belajar Di luar Kelas

Kepala Sekolah beserta Guru dan Siswa Mendeklarasikan MTs Al-Abrar Panggala sebagai Sekolah Ramah Anak.

Monitorong Operator Madrasah Oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bulukumba

Kegiatan tersebut dilaksanakan di Pantai Samboang dan dikuti oleh Kepala Madrasah dan OPM sekabupaten Bulukumba.

SAGUSABLOG KELAS 41-H

Logo SAGUSABLOG digunakan sebagai slide yang dipilih sebagai hasil latihan untuk peserta Kelas 41 H.

Jumat, 07 November 2025

Mappacci "Tingkat Langit": Malam Pacar Adat Bugis di Bulukumba Diawali Simfoni Asmaul Husna


Bulukumba, 7 November 2025 — Rangkaian prosesi pernikahan di kediaman Bapak Syarifuddin, salah seorang Dewan Hakim Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) terkemuka di Kabupaten Bulukumba, diwarnai dengan pemandangan yang unik dan penuh makna spiritual. Malam menjelang akad nikah putri beliau, Sunarti, di Galukullangnge, Kecamatan Gantarang, diresapi dengan lantunan Asmaul Husna (99 Nama Allah yang Maha Indah) yang dibawakan langsung oleh rombongan khusus.

Tepat pada malam Kamis, 7 November 2025, suasana haru dan khidmat menyelimuti kediaman keluarga Syarifuddin. Sebanyak 14 orang anggota rombongan Mama Santri Rumah Tilawah Cinta Al-Qur'an hadir secara khusus untuk memimpin pembacaan Asmaul Husna.

Momen ini menjadi istimewa karena berfungsi sebagai pembuka rangkaian ritual adat Bugis yang sakral, termasuk pembacaan Barazanji, sebelum dilaksanakannya upacara Mappacci (malam penyucian diri) yang merupakan inti dari tradisi pra-nikah Bugis.

Rombongan majelis taklim ini dipimpin langsung oleh sosok inspiratif, Ustadzah Radiah, yang dikenal luas di Bulukumba. Ustadzah Radiah adalah seorang Qariah Dewasa yang pernah mengharumkan nama Kabupaten Bulukumba di tingkat nasional. Saat ini, beliau berstatus sebagai ASN Penyuluh PPPK Kementerian Agama (Kemenag) Bulukumba di Kecamatan Gantarang.

Selain tugas resminya, Ustadzah Radiah juga mengabdikan rumah pribadinya sebagai Rumah Tilawah Cinta Al-Qur'an, menjadikannya pusat pembinaan dan pelatihan tilawah serta majelis taklim bagi anak-anak, remaja, hingga emak-emak di Gantarang. Kehadiran beliau bersama para Mama Santri memberikan jaminan kualitas lantunan yang syahdu dan penuh penghayatan.

Kehadiran rombongan pecinta Al-Qur'an tersebut bukan hanya memperkaya nuansa spiritual, namun juga memperkuat filosofi dasar dari Mappacci itu sendiri. Jika Mappacci secara adat bertujuan membersihkan raga dan niat (Mapaccing Nawa-Nawa), maka lantunan Asmaul Husna dan Barazanji berfungsi sebagai penyucian rohani tingkat tinggi.

Lantunan nama-nama Allah seperti Al-Wadud (Maha Mencintai) dan Al-Matin (Maha Kokoh) diyakini membawa energi positif, ketenangan, serta fondasi spiritual yang kuat bagi Sunarti dan calon suaminya yang akan melangsungkan akad pada Sabtu, 8 November 2025.

"Hal ini adalah sesuatu yang unik dan bahkan sangat berbeda dari biasanya. Kami merasa bersyukur sekali," ujar salah satu anggota keluarga Syarifuddin. "Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, tentu kita berharap sesuatu yang dimulai dengan menyebut Asma Allah akan memberi efek tersendiri bagi calon mempelai. Apalagi malam ini juga dilanjutkan dengan Barzanji sebelum Mappacci."

Bapak Syarifuddin dan keluarga menyampaikan rasa terima kasih dan harapannya agar inisiatif mulia ini menjadi tradisi yang memberikan keberkahan. Mereka berharap, melalui lantunan pujian kepada Sang Pencipta yang dipimpin oleh seorang qariah berkaliber nasional, pernikahan putri mereka dapat dilindungi dan diberkahi dengan Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah sejati.

Keunikan acara ini di Galukullangnge, Gantarang, Bulukumba, menunjukkan betapa kuatnya sinkretisme antara nilai-nilai luhur adat Bugis dengan ajaran Islam. Acara Mappacci dan Barazanji yang telah menjadi warisan turun-temurun, kini disempurnakan dengan penambahan pembacaan Asmaul Husna, membuktikan bahwa adat dapat terus hidup dan bermakna seiring dengan peningkatan penghayatan spiritual yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Ustadzah Radiah.

Inisiatif keluarga ini, yang melibatkan komunitas majelis taklim aktif, diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pasangan lain di Bulukumba. Bahwa, pondasi terindah untuk memulai sebuah pernikahan adalah dengan mengagungkan dan mengingat nama-nama Allah SWT.


 

Kamis, 16 Oktober 2025

Jelang Ujian Akhir, Pesan Mendalam Kaprodi Hangatkan Semangat Mahasiswa PPG, Diiringi Doa untuk Ketua Kelas yang Jatuh Sakit

 

Tangkapan layar grup wa.

Bulukumba, 17 Oktober 2025 – Suasana haru dan penuh semangat menyelimuti para mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan Batch 3 Rombel 5. Tepat pada hari Jumat (17/10), mereka secara resmi memasuki masa tenang sebagai persiapan akhir menjelang Uji Kompetensi Mahasiswa PPG (UKMPPG), puncak dari perjalanan panjang pendidikan mereka.

Di tengah kesunyian masa persiapan ini, sebuah pesan hangat dari Kepala Program Studi (Kaprodi), Bapak Usman, hadir di grup percakapan, memberikan suntikan motivasi dan ketenangan yang sangat dibutuhkan.

"Hari ini Jumat, 17 Oktober 2025. Bapak Usman selaku Kaprodi mengingatkan kepada seluruh mahasiswa PPG dalam jabaran Bet 3 rombel 5 via grup yang saat ini memasuki masa tenang dalam mempersiapkan UKMPPG, mengingat Kegiatan PPG sudah ada di tahap akhir," demikian bunyi pesan yang diterima para mahasiswa.

Dalam pesannya, Bapak Usman mengapresiasi antusiasme para mahasiswa yang telah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tanpa lelah. Namun, di tengah kebersamaan dan saling dukung, kabar kurang menyenangkan beredar di grup. Ketua Kelas, Bapak Munawir, dikabarkan sedang jatuh sakit. Disinyalir, kondisi fisiknya menurun drastis akibat kelelahan luar biasa, terutama saat mengawal pelaksanaan simulasi Uji Pengetahuan (UP) yang penuh tantangan.

Kabar ini menjadi pengingat nyata akan beratnya perjuangan di tahap akhir ini. Seketika, aliran doa dan ucapan semangat dari seluruh peserta PPG mengalir deras untuk kesembuhan Bapak Munawir, menunjukkan kuatnya ikatan solidaritas di antara mereka.

Salah seorang peserta, Tahmil, mengungkapkan bahwa pesan dari Kaprodi hari ini terasa lebih mendalam, apalagi setelah mendengar kabar mengenai kondisi ketua kelas mereka. Menurutnya, pesan tersebut menjadi penguat di tengah detik-detik yang menegangkan.

"Kesannya terasa lebih mendalam mungkin karena sudah memasuki masa tenang dan semua peserta merasakan detik-detik menegangkan," ujar Tahmil. Ia juga berbagi pengalamannya saat simulasi UP yang begitu menguras pikiran dan konsentrasi. "Maklum, simulasi baru saja dilakukan dan aturannya begitu ketat. Tempat harus steril, kamera jelas, jaringan stabil, belum lagi aplikasi SEB dan studi kasus yang menantang. Semoga saya mampu maksimal," tuturnya.

Insiden yang menimpa Ketua Kelas seakan menggarisbawahi relevansi nasihat yang disampaikan oleh Bapak Usman. Beliau mengajak para peserta untuk rileks di hari Jumat yang berkah ini dan memohon kemudahan dari Allah SWT, seraya menekankan tiga hal penting:

  1. Menjaga konsistensi sikap religius dengan melaksanakan amaliah seperti qiyamullail, salat tepat waktu, tadarus, dan zikir.

  2. Menjaga kesehatan dengan memperhatikan pola makan yang teratur dan bergizi, sebagai pelajaran dari apa yang dialami rekan mereka.

  3. Tetap selalu menyiapkan waktu untuk keluarga sebagai sumber dukungan utama.

Rangkaian ujian krusial akan segera dimulai dengan Uji Pengetahuan (UP) pada 18-20 Oktober 2025, dan dilanjutkan Uji Kinerja (UKIN) hingga 31 Oktober 2025.

"Sekian dan terima kasih semuanya, sehat dan sukses selalu Bapak Ibu Guru-Ku," pungkas Bapak Usman dalam pesannya. Sebuah pesan penutup yang kini memiliki makna lebih dalam, menjadi doa bersama untuk kesehatan, kekuatan, dan kelulusan seluruh angkatan.

Rabu, 15 Oktober 2025

Kisah Peserta “Siluman” di Grup PPG: Saat Istri Masuk Grup, Suami Tertinggal di Luar

Tangkapan Layar Saat Pak Dosen Mengabsen Peserta

Pagi hari bagi seorang guru madrasah adalah simfoni kesibukan yang tak pernah sumbang. Sebelum tenggelam dalam rutinitas mengajar dan tugas-tugas Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang menyita energi dan pikiran, ada ritual kecil yang tak boleh terlewat: menyapa keluarga di meja makan, melepaskan ayam dari kandang, hingga memastikan kambing di kebun belakang tidak kabur ke ladang tetangga. Di tengah riuh itu, gawai menjadi sahabat setia—jendela dunia yang menghubungkan para pejuang ilmu dalam grup WhatsApp PPG yang saat itu sedang “panas-panasnya” membahas tugas dan keluh kesah.

Awalnya, grup itu tampak biasa saja—formal, kaku, dan sopan seperti ruang ujian. Namun seiring waktu, batas-batas keseriusan mulai mencair. Emoji tawa mulai muncul, stiker lucu berseliweran, dan obrolan ringan menciptakan kehangatan yang membuat perjalanan PPG terasa lebih manusiawi. Dalam keriuhan digital itu, muncul satu nama yang mencuri perhatian: Bapak Sandi.

Interaksi pertama kami cukup sederhana. Beliau dengan sopan meminta izin memuat salah satu tulisan saya di media yang ia kelola. Namun, rasa penasaran mulai tumbuh—siapakah sosok di balik nama ini? Sebuah panggilan suara via WhatsApp pun menjadi awal dari kisah yang tak akan saya lupakan. Dari ujung sambungan itu, terdengar suara ramah seorang guru Sejarah Kebudayaan Islam asal Jeneponto, yang kini mengabdi di sebuah pondok pesantren di Masamba. Ternyata, di balik sosok pendidik itu tersembunyi pengalaman panjang di dunia kehumasan dan jurnalistik. Pembicaraan pun mengalir hangat, dari dunia tulis-menulis hingga curahan hati tentang pahit manisnya mengikuti PPG.

Hingga akhirnya, tawa kami meledak saat Bapak Sandi menceritakan sebuah “tragedi digital” yang konyol sekaligus legendaris—ia terlempar dari grup WhatsApp inti PPG. Bayangkan saja, lima hari penuh ia “terisolasi” dari informasi penting, seperti murid yang tertinggal di luar kelas sementara guru sudah menutup pintu.

Setelah perjuangan panjang menghubungi admin dan ketua kelas, akhirnya ia berhasil kembali ke grup utama. Namun, kisah belum selesai. Dalam semangat memulihkan keadaan, ketua kelas berniat menambahkan kembali nomor beliau ke grup rombel. Sayangnya, alih-alih memasukkan nomor Pak Sandi, yang dimasukkan justru nomor istrinya! Jadilah sang istri yang sah bergabung di grup PPG, sementara suaminya malah “dibuang” karena dianggap nama asing—maklum, di profil WhatsApp-nya hanya tertera nama pena, bukan nama asli.

Malam itu, ketika ketua kelas melakukan absen rutin, nama “Sandi” tak muncul di daftar. Karena sudah terlanjur lelah dan cepat tidur, beliau baru tahu keesokan paginya bahwa dirinya resmi “dikeluarkan”. Dengan panik, ia membuka kembali chat grup Santuy, namun layar hanya menampilkan tulisan pahit: “Anda bukan lagi anggota grup ini.”

Upaya klarifikasi pun dimulai. Beliau menghubungi ketua kelas, Pak Munawwir, dan admin grup, Ibu Nurhelila, dengan sopan dan penuh harap. Namun, tanggapan yang didapat justru bikin nyesek—tidak direspons! Ia bahkan sempat dijuluki “Peserta Siluman” karena keberadaannya di daftar hadir tak bisa diverifikasi. Dalam keputusasaan yang kocak, beliau pasrah, sementara sang istri yang bingung bertanya, “Pak, kenapa saya malah ada di grup PPG? Saya kan bukan pesertanya!” Di situlah rahasia besar akhirnya terungkap.

Puncak kelucuan terjadi saat sesi Zoom pertama. Dosen pengampu dengan wajah penuh tanda tanya menghitung jumlah peserta yang lebih banyak dari seharusnya. “Lho, kok jumlahnya lebih? Jangan-jangan ada peserta siluman di sini,” ujarnya heran. Sontak, Bapak Sandi yang mendengar itu hanya bisa menahan tawa, menutup mulut agar tidak terdengar mikrofon. Dalam hati ia bergumam, “Betul, Pak Dosen, dan silumannya itu istri saya sendiri!”

Untungnya, drama ini berakhir dengan bahagia. Berkat kecekatan ketua kelas yang “gercep” layaknya admin profesional, Bapak Sandi akhirnya dipulihkan ke posisinya yang semestinya. Grup WhatsApp pun kembali normal, dan nama beliau resmi terdaftar tanpa bayangan sang istri yang sempat “nyasar” di antara para peserta.

Kini setiap kali grup itu membahas tugas berat atau deadline yang bikin pusing, kisah “peserta siluman” selalu muncul sebagai bahan tawa. Ia menjadi legenda kecil di antara peserta PPG—sebuah bukti bahwa di balik keseriusan akademik, ada ruang bagi tawa dan kekonyolan manusiawi yang justru mempererat persaudaraan.


Dari kisah lucu itu, kita belajar bahwa dunia digital tak selalu rasional. Sekali salah tekan tombol, kehidupan sosial bisa jungkir balik. Tapi di balik semua itu, ada hikmah yang lembut: pentingnya komunikasi yang jernih dan rasa humor yang menyelamatkan suasana hati. Tanpa tawa, mungkin PPG hanya akan terasa seperti maraton tanpa garis akhir.

Dan bagi para peserta PPG lainnya, kisah ini adalah pengingat: jangan pernah remehkan pentingnya nama profil WhatsApp. Karena siapa tahu, satu nama pena bisa membuatmu “hilang dari radar” dan digantikan oleh pasangan hidupmu sendiri! Setidaknya, jika itu terjadi, pastikan istrimu bisa mengerjakan tugas refleksi dan upload LMS dengan lebih cepat.

Di Balik Layar PPG: Kisah Persaudaraan Tanpa Batas di Rombel 5

 


Nama saya Tahmil. Sehari-hari, saya mengabdikan diri sebagai guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) sekaligus memegang amanah sebagai Kepala Madrasah di MTs Al-Abrar Panggala, sebuah madrasah yang saya rintis sejak 2018. Tahun 2025 menjadi babak baru dalam perjalanan saya sebagai pendidik, saat nama saya tercatat sebagai mahasiswa PPG Dalam Jabatan di UIN Alauddin Makassar, Rombel 5, Batch 3.

Sebelum memulai, benak saya sudah dipenuhi oleh "horor" cerita dari rekan-rekan senior. Kata mereka, PPG adalah medan tempur digital yang menguras waktu, tenaga, dan pikiran. Frasa seperti "stand by depan monitor," "zoom tanpa henti," "resume modul bertumpuk," dan "video pembelajaran yang perfeksionis" sudah seperti mantra yang membayangi saya. Keraguan pun mulai tumbuh. Mampukah saya, seorang kepala madrasah dengan segudang tugas, menjalani maraton digital yang begitu berat ini?

Hari pertama pun tiba. Zoom orientasi dimulai, dan semua keraguan saya seakan menemukan pembenarannya. Panitia dan dosen memaparkan alur kegiatan dengan rentetan istilah yang terasa asing di telinga saya: LMS, UKIN, try out, induksi. Kepala saya pening. Kontrak belajar yang ditampilkan di layar laksana jadwal kereta super padat yang tak memberi ruang untuk bernapas. Semua sudah terpatri, dari hari pertama hingga hari terakhir. Kewajiban memantau setiap saat terasa begitu mengikat.

Dunia digital saya pun terbelah menjadi dua. Pertama, grup WhatsApp resmi yang berisi Kaprodi dan para dosen dan seluruh peserta rombel 5. Grup ini sunyi, terkunci, dan informasinya mengalir satu arah. Setiap notifikasi darinya terasa seperti perintah yang harus segera dilaksanakan. Kaku dan formal.

Namun, ada satu dunia lagi: grup WhatsApp kedua. Grup "ilegal" tanpa dosen dan Kaprodi, hanya kami, para mahasiswa, dan dua orang ketua kelas yang berinisiatif membuatnya. Di sinilah, di ruang digital yang lebih bebas inilah, perjalanan saya yang sesungguhnya dimulai.

Awalnya, saya hanya menjadi pengamat pasif. Namun, perlahan saya menyadari sesuatu yang luar biasa. Grup ini adalah miniatur Indonesia. Ada rekan dari Aceh dengan logatnya yang khas, ada dari Jawa yang santun, ada dari Kalimantan yang bersemangat, hingga dari Propinsi lain yang penuh canda. Kami terpisah oleh ratusan bahkan ribuan kilometer, namun disatukan oleh nasib yang sama: mahasiswa PPG Rombel 5 yang sama-sama pusingnya.

Di grup inilah saya menemukan keajaiban. Ketika ada yang ketinggalan informasi penting dari grup resmi, belasan orang serentak mengirimkan ulang. Ketika seseorang bingung dengan tugas resume modul, yang lain segera membagikan tips dan contoh tanpa diminta. Saat ada yang panik karena aplikasi LMS-nya bermasalah di tengah malam, selalu ada "kawan begadang" yang siap membantu.

Tidak ada kata "pelit ilmu." Tidak ada yang mengomel atau menyalahkan jika ada yang bertanya pertanyaan yang mungkin terdengar sepele. Kalimat yang paling sering muncul adalah, "Tenang, Pak. Kita kerjakan sama-sama," atau "Saya juga bingung, Bu. Ayo kita cari solusinya bareng."

Puncak dari rasa persaudaraan ini saya rasakan saat tugas pembuatan video pembelajaran tiba—tugas yang paling saya takuti. Saya, yang gagap teknologi, merasa mustahil bisa menghasilkan video yang sesuai standar RPP dan modul. Belum lagi kegelisahan rekan-rekan di grup. Respons yang mereka dapatkan sungguh di luar dugaan. Ada yang menawarkan aplikasi edit video yang mudah digunakan, ada yang membagikan tautan tutorial, bahkan ada rekan dari pulau seberang yang bersedia melakukan video call untuk memandu satu sama lain langkah demi langkah.

Beban yang tadinya terasa seberat gunung di pundak saya, perlahan terangkat. Saya tidak lagi merasa sendirian. Tugas-tugas yang menumpuk bukan lagi momok, melainkan proyek kolaborasi sebuah keluarga besar. Kami mungkin belum pernah bertatap muka, bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu seumur hidup, tetapi ikatan kami lebih erat dari sekadar teman sekelas. Kami adalah kawan seperjuangan.

Dari sinilah saya memetik pesan moral yang mendalam. PPG Dalam Jabatan ternyata bukan hanya tentang mengasah kompetensi pedagogik dan profesional. Ini bukan sekadar tentang penguasaan teknologi atau penyelesaian tugas tepat waktu.

Pelajaran paling berharga dari PPG ini adalah tentang kemanusiaan. Tentang bagaimana teknologi, yang seringkali dianggap menjauhkan yang dekat, justru mampu menyatukan kami yang jauh. Pelajaran tentang empati, tentang menempatkan diri pada posisi orang lain yang sedang kesulitan. Dan yang terpenting, pelajaran tentang kekuatan solidaritas.

Bahwa di tengah tuntutan profesionalisme yang ketat, ada ruang untuk saling merangkul, saling menopang, dan saling menguatkan. Rombel 5 UIN Alauddin Makassar telah mengajarkan saya bahwa guru profesional tidak hanya dibentuk oleh modul dan sertifikat, tetapi juga oleh hati yang mau berbagi dan semangat kebersamaan yang tulus. Perjuangan ini memang berat, tetapi karena dijalani bersama "Keluarga Sabang-Merauke" saya, semuanya terasa lebih ringan dan penuh makna.

Demikian ceritaku sebagai Mahasiswa PPG, semoga memberi makna.